Skip to main content

Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa

“Aku Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa”


Sebelumnya, perkenalkan nama saya Frezy Paputungan dan biasa dipanggil echy. Saya sekarang adalah mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo, setelah mengikuti pendidikan S1 pada jurusan S1 Bimbingan dan Konseling di kampus yang sama.
Saya pernah menjadi Guru di SMK Negeri 1 Lolayan dan SMA Yadika, di SMK Negeri 1 Lolayan saya merupakan Guru BK, Guru Mapel (IPA, Biologi, Kimia, Profesi Akuntansi), Pembina OSIS, Pembina PRAMUKA, dan Pengelola LAB Terpadu. Di SMA Yadika saya bertugas sebagai Guru BK dan Pembina PRAMUKA. Selama hampir 4 tahun saya menjalani pekerjaan sebagai Guru ABDI di dua sekolah itu, dalam menjalankan tugas saya sering mengalami dan mendapati hal-hal keliru yang terlihat tabuh namun nyata terjadi. Namun kejadian tersebut hanya akan menjadi pembicaraan yang lalu lalang tanpa ada kebijakan atau jalan penyelesaian, sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan studi.

Berbicara generasi unggul, pemikiran seringkali menitikberatkan pada mereka yang berkualitas atau dengan kata lain “otaknya bisa berguna”. Tapi paradigma ini malah hanya menjadi gambaran bagi  mereka yang berduit saja, hal ini nyata dimana banyak ditemukan PNS/ Guru yang tidak mampu membuat program, RPP atau silabus?. Atau PNS/ Tata Usaha yang tidak bisa  mengoperasikan computer atau jaringan?, bagaimana dengan oknum tentara yang memiliki postur tubuh gendut dan pendek? Atau oknum polisi yang justru sering melakukan pelanggaran dan menghina masyarakat sipil?.

Dari rentetan fakta tersebut, generasi unggul yang sebenarnya justru lahir dari orang-orang yang tidak berdaya dan berekonomi lemah.
Masih tentang generasi unggul, dalam suatu kasus kolega dan hubungan darah juga seringkali menjadi sorotan utama dalam pemilihan pekerja atau jabatan. Lantas dalam penentuan generasi unggul yang sebenarnya seakan hanya menjadi formalitas sebagai penghias, agar terkesan imajinasi kreatif atau sekedar menarik perhatian??.
Generasi unggul bagi saya adalah mereka yang mau bekerja tanpa pamrih, tanpa memilih, memiliki moral, sopan santun, jauh dari perilaku bullying, menomorsatukan kepentingan umum, memiliki integritas dan berkualitas, kreatif serta inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidupnya, social serta pintar dalam bermasyarakat.

Kebanggaan Bangsa merupakan kalimat terhormat yang tiap kali saya mendengar, terasa begitu menyentuh titik pengabdianku pada perjuangan para pahlawan terdahulu. Mengenai kata bangga, tentunya memiliki kandungan hal positif dan baik. Dimana bangga itu diakui oleh orang-orang yang berada di lingkup kehidupan atau pekerjaan seorang individu.
Bangga seringkali mewujudkan kalimat terbaik atau pelaksanaan tugas yang patut diacungi jempol, yah seandainya saja benar begitu. Karena pada kenyataannya beberapa di antara orang yang harusnya memikul kata bangga itu di punggungnya, justru seringkali menginjak-injak arti kata bangga di bawah telapak kakinya. Bagaimana tidak, seorang pemimpin dalam beberapa kasus ditemukan tangan melakukan korupsi. Atau beberapa di antaranya malah melakukan perbuatan keji, bahkan asusila. Bagaimana mungkin mereka yang memberikan kebanggaan kepada masyarakat karena dilindungi malah seringkali melucuti, bagaimana tidak seorang yang bertanggung jawab mengobati justru memberikan resep dan pelayanan kesehatan dengan prosedur yang salah. Lantas bagaimana kiranya bangsa ini menunjukkan kebanggaannya dengan pelbagai problematika tabuh, yang sangat nyata kita lihat???.

Generasi unggul kebanggaan bangsa, harusnya memiliki lebih besar tanggung jawab atas dirinya sebelum ia beranjak memikul kepentingan orang banyak. Mestinya dia memperbaiki dirinya dulu, dalam hal moral, kepribadian, pendidikan dan tanggung jawab. Sehingga berangkat dari sana, dia mampu membawa dirinya ke dalam kualitas keunggulan sebenarnya yakni generasi yang bersih dari kepentingan pribadi atau berpedoman materi duniawi. Di mana kebenaran menjadi titik pengabdian dalam bekerja dan kejujuran sebagai pijakan untuk dia melangkah dalam menentukan keputusan atau kebijakan pekerjaannya.
Jika bangsa ini memiliki generasi dengan orang-orang seperti itu, insya Allah bangsa maju dalam perkembangan pembangunan dan moralnya tetap terjaga. Sehingga lahirlah bangsa yang berkualitas tanpa tindakan-tindakan yang mengacu pada perbuatan tidak terpuji. Meski terlihat sulit, semua harus dimulai dari diri kita sendiri. Suatu perubahan yang baik tidak mesti langsung mengubah hal yang besar, tapi sebuah perbuatan baik sekecil apapun mampu merombak pemikiran orang-orang berkuasa sehingga mampu mereset seluruh dunia.

Akan tetapi perkembangan justru hanya terjadi sepihak dan sepertinya mendukung format logika materi dan kekeluargaan, hal ini ada tapi hanya akan menjadi tontonan dan jeritan hati rakyat-rakyat kecil. Di sinilah kebenaran istilah “Yang kaya makin bahagia, dan yang miskin makin merana”.
Lantas siapa saya?? Yang berani menulis berbagai keterbatasan pekerjaan sebagai kekurangan atau bahkan kebathilan??.

Saya hanyalah perempuan biasa, yang dengan bermodalkan keyakinan dan kebenaran merantau jauh dari kampung halaman. Setelah melihat ketidak adilan dan kerasnya politik kolega dalam dunia pendidikan yang saya alami sendiri, dimana sebagai Guru abdi dengan beban kerja dan tugas melebihi PNS (katanya). Dimana sebagai Guru abdi yang bertugas mengajar IPA, Biologi, dan Kimia serta pengelola LAB terpadu ini adalah seorang alumni SMA Negeri jurusan IPS dan lulusan S1 Bimbingan dan Konseling (terdengar aneh tugas mengajarnya jika melihat jurusan di riwayat pendidikan). Dengan beban mengajar yang tidak sedikit berusaha membuat silabus dan perangkat pembelajaran dengan tangan dan jerih payah sendiri, sebelum mengajar besok, malamnya mencari bahan dan materi ajar serta media yang dibutuhkan.
Dengan bermodalkan berani mendampingi bersama siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti lomba dan pelatihan pada kegiatan OSIS dan Perkemahan di kegiatan PRAMUKA. Saya tidak tahu banyak tentang OSIS dan PRAMUKA, tapi saya memiliki kemauan untuk mencari tahu dan memiliki pengalaman dalam kegiatan tersebut. Siswa-siswi saya bukanlah orang yang genius atau kaya raya, tapi dalam kegiatan mereka sering merebut dan membawa banyak piala. Ya, Guru yang sebenarnya tidak harus perfect dalam segala hal. Yang dibutuhkan hanyalah seorang Guru sekaligus teman, dan mampu membangkitkan semangat dan motivasi bagi siswa dalam berkreasi.
Sekarang saya melanjutkan studi di Universitas Negeri Gorontalo PRODI S2 Teknologi Pendidikan, dengan bermodalkan percaya dengan Kuasa YANG MAHA KUASA. Karena gaji seorang guru abdi hanya cukup menopang uang pendaftaran untuk kuliah di pascasarjana, tapi hal itu bukanlah dasar untuk mengecilkan hati saya. Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari di rantau saya bekerja serabutan, dalam pembuatan administrasi pada suatu lingkup pendidikan tenaga saya dibutuhkan. Berusaha mencari rejeki halal dengan menggunakan otak dan kekuatan jasmani sekuat dan semampu lahiriah, karena sedang membiayai anak hasil dari pernikahan dini saya. Segala pekerjaan asal menghasilkan rejeki halal saya lakukan, meski tawaran-tawaran negative sering menjerumuskan namun semua itu tidak berhasil. Saya masih kuat mempergunakan jasmani dan mempergunakan kualitas yang sudah saya dapatkan dari pendidikan dan pengalaman selama mengajar.

Saya adalah seorang single parent, yang dalam perjalanan studi melalui berbagai pengalaman yang justru bertolak belakang dengan generasi unggul kebanggaan bangsa. Meski begitu saya tetap berdiri pada keyakinan dan pedoman hidup, dimana perilaku bobrok mereka yang seperti itu tidak akan mampu memutuskan semangat saya untuk tetap melanjutkan studi demi mendukung perkembangan pendidikan dalam kemajuan teknologi sehingga generasi penerus benar-benar berkualitas dan berpedoman pada ajaran agama serta moral yang baik tapi tidak ketinggalan teknologi.

Comments